MAKALAH
SOSIOLOGI PEDESAAN
SOSIOLOGI DAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT DESA
Oleh:
Syira Zulkahfi
SEKOLAH
TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN
(STPP) MALANG
BADAN
PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
KEMENTRIAN
PERTANIAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “sosiologi dan kelembagaan
masyarakat desa ”
guna memenuhi tugas mata kuliah sosiologi pedesaan.
Makalah
ini membahas mengenai ilmu sosiologi dan kelembagaan masyarakat pada suatu
Desa. Seberapa besar tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Desa dalam
menghadapi persaingan global yang semakin ketat ini.
Seperti
pepatah “Tak ada gading yang tak retak”, maka penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan makalah ini baik dalam penulisan gelar, isi maupun bahasanya.
Untuk itu kami mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran positif
untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca dan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan berkat dan karunia-Nya
kepada kita semua, terima Kasih.
Malang, 01 JULI 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR
ISI...................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................. 1
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA..................................................................................... 3
BAB
III
PEMBAHASAN................................................................................................ 16
BAB IV
PENUTUP......................................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................ 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karena desa merupakan ujung tombak
pemerintahan, garda terdepan dari pembangunan. Orang desa juga menginginkan
pembangunan, orang desa juga patut merasakan pembangunan, Beberapa upaya
pemerintah untuk membangun desa diantara dengan IDT dan dirjen PMD Pemnagunan
memfokuskan kepada desa. Pembanguna desa dilaksanakan di berbagai sector. Salah
satunya adalah mewujudkan pertanian yang modern Presepsi mengenai pembangunan
masyarakat desa (Ariefman, 2013)
Melihat pentingnya peranan sumber daya manusia tersebut, menurut Tjiptoherijanto (1996) cit Herawati, 2003, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) kondisi dan kemampuan penduduk, yang di satu sisi sebagai pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, di sisi lain sebagai sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan; (2) melihat besarnya jumlah penduduk Indonesia, sangat diharapkan penduduk menjadi potensi kekuatan ekonomi yang besar pula; (3) peluang usaha yang sangat luas muncul karena perdagangan bebas serta makin terbukanya perdagangan antarnegara.
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu dengan individu, individu
dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat. Selain itu, Sosiologi
adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini,khususnya
pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian
umum, rasional, empiris serta bersifat umum.
Sejarah perkembangan sosiologi sebagai ilmu yang
mendiri dimulai di Prancis, Eropa Barat, tapi kemudian berkembang pesat di
Benua Amerika. Di Indonesia sendiri sejarah perkembangan Sosiologi Pedesaan
tidak terlepas dari sentuhan pemikiran kritis Prof.DR. Sajogyo. Beliau mulai
memperkenalkan sosiologi (lebih tepatnya sosiologi pertanian) mulai paruh waktu
1957 mulai di Universitas Indonesia kemudian berlanjut di IPB sampai sekrang.
Selama ini masih banyak pakar
ekonomi yang beranggapan bahwa mekanisme pasar sebagai satu-satunya problem
solver untuk segenap masalah dalam pembangunan ekonomi, dan mengabaikan peranan
kelembagaan dalam pembangunan ekonomi. Hal tersebut dinilai North (1990)
keliru, sebab peran kelembagaan, baik itu kelembagaan sosial, ekonomi dan
politik, tidak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan sosiologi
pedesaan ?
2. Bagimanakah
kriteria masyarakat desa ?
3. Apa
tantangan sosiologi dalam
masyarakat desa ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari sosiologi
pedesaan
2. Untuk
mengetahui kriteria masyarakat desa
3. Untuk
mengetahui tantangan sosiologi
dalam
masyarakat desa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian Sosiologi Pedesaan
PENGERTIAN
SOSIOLOGI
Perubahan yang sangat mendasar adalah semakin menipisnya perbedaan antara
desa dan kota dalam berbagai aspeknya.:
Menurut Jhon M Gillette (1922;6)
Sosiologi pedesaaan adalah cabang sosiologi yang secara sistematis mempelajari
komunitaskomunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta
kecenderungan-kecenderungannya dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan.
Menurut N.L. Sim (dalam Rahardjo, 1999) sosiologi pedesaan adalah studi
tentang asosiasi antara orang-orang yang hidupnya banyak tergantung pada
pertanian.
Menurut T.Lynn dan Paul E. Zopf (dalam Rahadjo, 1999) sosiologi pedesaan
adalah kumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi yang dihasilkan lewat
penerapan metode ilmiah ke dalam studi tentang masyarakat pedesaan; organiasi
dan strukturnya, prosesprosesnya, system social yang pokok dan
perubhan-perubahannya.
Semua definisi tersebut di atas adalah definisi sosiologi pedesaan lama,
(klasik) yakni menggambarkan keadaan Barat secara umum memperlihatkan perbedaan
yang jelas dan bahkan dikotomis antar kawasan desa dan kota.
A.
DEFINISI TENTANG
SOSIOLOGI
Pitirim
Sorokin
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang :
·
Hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala social dengan gejala-gejala non social seperti gejala geografis,
biologis dan sebagainya, ciri-ciri umum dari semua jenis gejala-gejala social.
·
Hubungan dan pengaruh timbal balik
antara aneka macam gejala-gejala social seperti antara gejala ekonomi dan
agama, keluarga dan moral, hukum dan ekonomi, gerakan masyarakat dan politik
dan sebagainya.
Roucek
dan Warren
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok.
William
F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan
hasilnya, yaitu organisasi social.
J.A.A.
van Doorn dan C.J Lammers
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Selo
Soemarjan dan Sulaiman Sumantri
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social (yaitu
keseluruhan jalinan antara unsur-unsur social yang pokok seperti kaidah-kaidah
social, lembaga-lembaga social, kelompok-kelompok social dan lapisan social)
dan proses-proses social (yang berupa pengaruh timbale balik antara pembagi
kehidupan bersama seperti kehidupan ekonomi dengan kehidupan-kehidupan politik,
kehidupan hokum dengan kehidupan agama dan lain sebagainya), termasuk di
dalamnya adalah perubahan-perubahan social.
A.
DEFINISI SOSIOLOGI PEDESAAN
John
M. Gillete
Menyebutkan bahwa,
Sosiologi pedesaan adalah cabang sosiologi yang secara sistematik mempelajari
komunitas-komunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta
kecenderungan-kecerendungannya dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan.
N.L.
Sims
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi pedesaan adalah studi tentang asosiasi antara orang-orang yang
hidupnya banyak tergantung pada pertanian.
Dwight
Sanderson
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi pedesaan adalah sosiologi tentang kehidupan dalam lingkungan
pedesaan.
Siti Azizah
Menyebutkan bahwa,
Sosiologi pedesaan adalah sebuah ilmu yang melukiskan dan mengkaji hubungan
antar individu, individu dengan kelompok maupun sesame kelompok yang ada di lingkungan
pedesaan.
C.S. Kansil
Menyebutkan bahwa,
Sosiologi pedesaan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan.
B.
DEFINISI SOSIOLOGI
PERTANIAN
Planck
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi pertanian sering disamakan dengan Sosiologi pedesaann. Tetapi
ini hanya berlaku jika penduduk desa terutama hidup dari pertanian saja.
Semakin sedikit kehidupan penduduk di desa ditandai oleh kegiatan pertanian,
maka semakin pantas sosiologi pertanian dipisahkan dari sosiologi pedesaan.
Raharjo
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi pertanian merupakan karateristik pokok dari umumnya desa-desa
di dunia ini. Dengan mengingat pentingnya faktor pertanian bagi keberadaan
desa, maka dapat dipahami bahwa kebanyakan batasan sosiologi pedesaan masih
selalu berkisar pada aspek pertanian.
Rusidi
Menyebutkan bahwa, Sosiologi
pertanian dapat di kaji dengan berbagai macam, yaitu dengan cara kajian yang
bersifat kuantitatif seperti, pembinaan kelembagaan kepada anggota, partisipasi
anggota kelompok tani, keterlibatan warga dalam kelompok tani, tingkat
pendidikan, mata pencaharian, hubungan antar lembaga, tingkat kemakmuran
masyarakat, dan masalah kependudukan.
Rachbini, D.J
Menyebutkan bahwa,
Sosiologi pertanian di sector pembangunan ekonomi di negeri ini belum berhasil
merembes ke bawah, penyebabnya karena pembangunan ekonomi yang dijalankan telah
mengabaikan dimensi etika dan unsure manusia sebagai subjek pembangunan itu
sendiri. Disini mengandung arti bahwa tumbuhnya
partisipasi masyarakat tani dalam pembangunan pertanian sangatlah penting.
Ohrella
Menyebutkan
bahwa, Sosiologi pertanian tanpa keberpihakan kepada pemberdayaan masyarakat
tani, akan semakin sangat mustahil untuk dapat membimbing petani menjadi subjek
pembangunan turut serta dalam transformasi structural, apalagi kualitas sumber
daya manusia pertanian di dominasi tenaga kerja berpendidikan rendah.
2.
Karakteristik masyarakat pada suatu
Desa
Masyarakat
desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, biasanya tanpak
dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian
karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di daerah
tertentu. Masyarakat desa juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin
yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat
yang amat kuat dan pada hakekatnya bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri dimanapun ia hidup
dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi
masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama
sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak
tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam
masyarakat.
Yang
menjadi ciri masyarakat pedesaan antara lain; pertama, di dalam masyarakat
pedesaan di antara warganya mempunyai
hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya. Kedua, sistem kehidupan umumnya
berkelompok dengan dasar kekeluargaan. Ketiga, sebagian besar warga masyarakat
pedesaan hidup dari pertanian. Keempat, masyarakat tersebut homogen, deperti
dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya. Tetapi
Raharjdo (1999) menambahkan bahwa sejumlah
sosiolog dalam merumuskan karakteristik masyarakat cenderung mengacu pada
pola-pola pikiran yang bersifat teoritik, seperti konsep dari Ferdinand Tonnies
(18551936)20, Emile Durkheim (1858-1917)21 dan Charles Horton Cooley
(1864-1929) cit A Huzaini, 2014.
Ciri-Ciri Suatu Masyarakat
1. Manusia yang hidup bersama
2. Bergaul dengan waktu yang lama dan sebagai
akibat hidup bersama timbul system komunikasi dan peraturan peraturan yang
mengatur hubungan antar manusia
3. Sadar bahwa mereka merupakan suatu
kesatuan
4. Suatu system hidup bersama dan menimbulkan
hubungan karena mereka meresa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
Pembangunan
masyarakat desa adalah upaya yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan
untuk mencapai masyarakat desa yang di cita-citakan guna mencapai masyarakat
sejahtera (perubahan pola hidup dan pola tingkah laku dari berfikir tradisonal
menjadi masyarakat yang modern). Desa merupakan daerah otonom bedasarkan adat
istiadat dan kearifan local (ariefman, 2013)
3.
Tantangan sosiologi pedesaan di era modern
Permasalah
yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah sturktural dan
sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di Desa yaitu : Masalah Sosial Budaya, masalah
ekonomi dan masalah geografis. Masalah sosial budaya terdiri dari Rendahnya
tingkat pendidikan, Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan yaitu Prasarana
dan sarana transportasi, Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai
,Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan dan Rendahnya Kesadaran Petani
terhadap adopsi inovasi pertanian.
Masalah
ekonimi terdiri dari Keterbelakangan perekonomian dan Tidak tersedianya
permodalan untuk petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi. Selain itu masalah
geografisnya yaitu prediksi terhadap iklim yang sulit, keadaan tanah dan letak
wilayah.
Paradigma kritis sendiri bermaksud
memberi perhatian yang lebih pada spirit pembebasan manusia dari struktur
kekuasaan yang dominan. Oleh karena itu, sebagian kalangan terutama ilmuwan
sosial yang berada di luar lingkaran kekuasaan, aktivis mahasiswa dan kelompok
LSM mulai mempertanyakan ulang proyek modernisasi saat itu, mengingat produk
yang dihasilkannya tidak kunjung melahirkan tatanan masyarakat modern dan
menjawab kebutuhan-kebutuhan riil di masyarakat, di samping juga kerap
membelenggu nilai-nilai demokrasi. Saat globalisasi menemukan kerannya seiring
dengan kapitalisme lanjut (late capitalism) diikuti dengan kampanye “tatanan
dunia baru” (the new world order) oleh juru-juru bicaranya seperti Harry S.
Truman, Ronald Reagan, Bill Clinton, Margaret Thatcher, dan Tony Blair dalam
konteks pasca Perang Dunia II, Perang Dingin serta runtuhnya komunisme. Saat
itu pula menjadi penanda globalisasi ekonomi dan dimulainya era pasar bebas
(laissez faire) yaitu beroperasinya secara masif lembaga-lembaga ekonomi dunia
seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), perusahaan-perusahaan transnasional
dan multinasional (TNC’s, MNC’s), serta melibatkan lembaga-lembaga keuangan
internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) sebagai aktor utama akumulasi
modal. Keberadaan lembaga-lembaga dunia inilah yang kemudian mendominasi hampir
semua aspek kehidupan bahkan menyangkut kekuasaan dan kedaulatan sebuah negara.
Negara dalam kondisi semacam ini sematamata hanya berperan sebagai pelaksana
dari kebijakan yang sudah dirancang oleh pasar semacam deregulasi, liberalisasi
dan privatisasi. Terhadap gencarnya globalisasi ini, Arjun Appadurai dalam
Disjuncture and Difference in the Global Cultural Economy menyorot lima arus
utama dalam proses globalisasi tersebut yaitu ethnoscape, technoscape, financescape, mediascape dan ideoscape.
Ethnoscape yaitu sebuah gambaran mengenai perpindahan orang-orang di seluruh
dunia di mana kita hidup seperti: wisatawan, imigran, pengungsi, orang buangan,
tenaga kerja asing, dan kelompok-kelompok serta aktivitas individu lainnya
tanpa menafikan adanya komunitas yang relatif stabil lewat pola-pola kekerabatan
dan atau hubungan pekerjaan. Technoscape merupakan konfigurasi global di bidang
teknologi yang kini bergerak dengan kecepatan tinggi semisal persoalan mekanik
atau informasi. Contohnya banyak negara sekarang menjadi akar dari perusahaan
multinasional seperti sebuah kompleks baja besar di Libya yang melibatkan
kepentingan dari India, Cina, Rusia, serta Jepang, karena menyediakan berbagai
komponen konfigurasi teknologi baru. Financescape, berarti disposisi modal
global yang misterius dan bergerak cepat seperti pasar mata uang, bursa Padanan
kata “late capitalism” ini merujuk pada pemikiran Fredric Jameson dalam
tulisannya “Postmodernism, or the Cultural Logic of Late Capitalism”, yang
dimuat di New Left Review tahun 1984. 5
Norena Heerzt, Perampok Negara: Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya Demokrasi,
(Jogjakarta: Alenia, 2005)
Saham, dan berbagai komoditas yang terus
bergerak. Mediascapes merujuk pada distribusi kemampuan elektronik untuk
memproduksi dan menyebarkan informasi lewat surat kabar, majalah, stasiun
televisi, dan studio produksi film, yang sekarang tersedia untuk semakin banyak
kepentingan pribadi dan publik di seluruh dunia, serta gambaran dunia yang
diciptakan oleh media. Ideoscapes juga bagian dari rangkaian gambar, namun
mereka sering bernuansa politis dan sering harus melakukannya dengan ideologi
suatu negara atau ideologi tandingan (counter-ideology) yang berorientasi untuk
menangkap kekuasaan negara atau bagian darinya.
Maka terlihat bahwa globalisasi bekerja bukan semata dalam berbagai tata
kebijakan ekonomi politik global yang dipaksakan pada kebijakan publik melalui
deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi. Namun juga memproduksi ragam budaya
kapitalisme berbentuk identitas dan gaya hidup global. Alih-alih menawarkan
keragaman pilihan bagi konsumen, globalisasi justru menyeragamkan ‘rasa dan
selera’. Atau dengan istilah lain bahwa masyarakat global digambarkan tengah
mengalami, meminjam istilah Ritzer, ‘McDonalisasi’. Uraian Appadurai di atas pada dasarnya ingin
memberi penegasan terkait bagaimana mobilitas baik perorangan atau kelompok
saat ini yang berlangsung secara masif dengan durasi yang cepat. Mobilitas ini
pun semakin variatif mulai dari manusia itu sendiri, modal (kapital), gambar
(image), serta beragam informasi di mana masing-masing saling memiliki
keterkaitan serta berdampak secara sosial. Pada realitas sosial di
tengah-tengah globalisasi yang demikian, sosiologi sebagai disiplin ilmu
tersendiri telah dirongrong secara mendasar karena telah menghilangkan konsep
masyarakat itu sendiri yang sudah sejak lama menjadi perhatian utamanya. John
Urry dalam Sociology beyond Societies (2000) menguraikan bagaimana sosiologi
dalam konteks kekinian mendapatkan tantangan besar terutama sejak globalisasi
berlangsung, sehingga secara keilmuan konsep masyarakat tersebut perlu
diterjemahkan ulang dengan mengalihkan perhatiannya pada pola-pola interaksi
sosial yang semakin canggih, mobilitas orang-perorangan yang semakin cepat,
hadirnya berbagai macam bentuk agensi serta persoalan kewarganegaraan
(citizenship) dalam lingkup global dan peran dari negara-bangsa dalam menjaga
bentuk-bentuk kekuasaan yang ada pada ruang lingkup nasional.
Problem sosial di masyarakat. Sebagian
besar literatur yang ada mengenai mobilitas sosial ini memposisikan masyarakat
layaknya sebuah permukaan dalam cara pandang geografis, karena itu menurut
Urry, seringkali cara seperti ini tidak berhasil untuk menunjukkan beragam
titik temu yang ada pada satu wilayah tertentu, seperti di kota dan
tempat-tempat lainnya, dengan berdasarkan kategori kelas sosial, gender dan
etnis.8 Oleh karena itu, masyarakat (society) dalam disiplin sosiologi pun
bergeser menjadi mobilitas (mobility) sosial seiring dengan perkembangan dunia
yang sudah tanpa sekat sebagai karakter dari globalisasi. Alain Touraine (2007) dengan nada yang sama
dalam tulisannya Sociology after Sociology
juga mempertanyakan ulang bagaimana sosiologi klasik –seperti pada
pemikiran Comte dan Durkheim—tidak banyak mempelajari dunia secara keseluruhan.
Akan tetapi lebih banyak menaruh perhatian pada apa yang disebut dunia yang
beradab, karena itu pula sosiologi klasik ini memperkenalkan oposisi yang tegas
antara masyarakat beradab, barbar serta masyarakat jajahan.
internet yang didahului oleh perkembangan
komputerisasi. Baudrillard sejatinya menyorot fenomena budaya postmodernisme
dari konsep hiperrealitas, yaitu di mana segala sesuatunya menjadi rujukan,
sementara yang dirujuk belum tentu gambaran akan kenyataan yang sesungguhnya
(reality), karena yang dirujuk tersebut merupakan hasil konstruksi, terutama
oleh peran media. Sedangkan pemikir
postmodernisme lainnya yang memberi pengaruh besar dalam perkembangan
teori-teori sosial adalah Jasques Derrida. Salah satu gagasan kunci Derrida
adalah “Dekonstruksi” yang bukan dimaknai sebagai proses membongkar dan
menjungkir-balikkan keadaan yang semula. Baginya dekonstruksi berarti proses
menelusuri jejak-jejak makna yang luput dari adanya dikotomi serta cerita
tentang oposisi biner. Semula Derrida menaruh perhatiannya dalam konteks kritik
sastra yang khususnya dialamatkan pada pemikiran strukturalisme Ferdinand de
Saussere. Dalam oposisi biner yang diyakini oleh kalangan strukturalis itu,
Derrida melihat terdapat celah atau ruang spasial, yang darinya kita bisa
melihat sesuatu yang lain (the Others). Proses menelusuri jejak (traces) dalam
dikotomi tersebutlah yang dikatakan dekonstruksi, yaitu bagaimana “Yang Lain”
pada akhirnya menjadi layak diperhitungkan.
Konsep dekonstruksi Derrida ini semakin berkembang di kalangan pascakolonialis
seperti Gayatri Spivak dalam tulisannya “Can the Subaltern Speak?”, di mana
“Yang Lain” dimaknai dengan konsep subaltern, sebagaimana dalam tradisi
Gramscian untuk mengkritisi dominasi laki-laki atas perempuan. Karena itu
posmodernisme selain mengajak berpikir kritis terhadap fenomena sosial dan
budaya kekinian, juga menawarkan keberpihakan kepada “Yang Lain” dengan dalih
bahwa oposisi biner dalam bentuk apapun berpotensi melanggengkan dominasi dan
kekuasaan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu pula, proses dekonstruksi
Derrida pada konteks ini memiliki visi perdamaian yang dimungkinkan ketika ada
pertentangan antara dua kubu dalam oposisi tersebut. Sebagai perkembangan
sosiologi kekinian yang banyak mendapatkan tantangan terutama oleh arus deras
globalisasi yang telah merugikan
D. POTENSI DAN PERUBAHAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT
Selama ini masih banyak pakar ekonomi
yang beranggapan bahwa mekanisme pasar sebagai satu-satunya problem solver
untuk segenap masalah dalam pembangunan ekonomi, dan mengabaikan peranan
kelembagaan dalam pembangunan ekonomi. Hal tersebut dinilai North (1990)
keliru, sebab peran kelembagaan, baik itu kelembagaan sosial, ekonomi dan
politik, tidak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi.
Menurut Goldsmith dan Brikenhoff (1991),
kelembagaan itu merupakan aturan prosedur yang menentukan bagaimana manusia
bertindak, dan atau peranan organisasi yang bertujuan untuk memperoleh status
atau legitmitasi tertentu.
Peraturan dan peran dapat dilembagakan,
sebagai peraturan atau perundang-undangan dan sebagai organisasi yang kongkrit.
Sebagai organisasi, kelembagaan diartikan sebagai wujud kongkrit yang
membungkus aturan main' terse but seperti yang dilakukan pemerintah, bank,
koperasi, pendidikan, tataniaga dan sebagainya.
Batasan tersebut menunjukkan bahwa
organisasi dapat dipandang sebagai perangkat keras dari kelembagaan, sedangkan
aturan main merupakan perangkat lunak. Pendekatan kelembagaan dalam pembangunan
di Indonesia saat ini sudah mendapat perhatian yang serius, dan menjadi isu
sentral pembangunan yang sangat esensial dalam rangka mendorong serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
POLA
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT
Menyimak potensi kelembagaan sosial
ekonomi masyarakat sebagai modal sosial pembangunan itu sangat luas dan
fleksibel terhadap berbagai perubahan, maka pola pengembangan kelembagaan
masyarakat agar.semakin kuat perlu memperhatikan beberapa aspek, diantaranya:
(a) Perbaikan Struktur dan Fungsi
Kelembagaan Masyarakat
Kelembagaan masyarakat ini adalah
merupakan koloborasi dari interaksi sosial ekonomi pada suatu komunitas untuk
kepentingan bersama. Oleh karena itu harus dibuat suatu perekat yang dapat
menyatukan masyarakat, pemerintah dan LSM, yang dapat dilakukan melalui
pengaturan struktur dan fungsi kelembagaan sedemikian rupa sehingga mampu
memobilisasi semua stakeholder baik yang berasal dari dalam maupun luar, tanpa
ada satupun yang merasa dirugikan.
(b) Pemanfaatan Informasi dan Teknologi
yang Berimbang
Kemajuan informasi dan teknologi (IT)
telah ~anyak mengubah kehidupan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat. Terutama
sekali dengan adanya pembangunan overhead social-economic (jalan raya,
telekomunikasi, dan pelabuhan) menyebabkan arus perdagangan semakin lancar dan
mudah menjangkau konsumen, khususnya untuk komoditi-komoditi pertanian.
(c) Peningkatan Program-Program
Pendidikan dan Pelatihan Secara Berkelompok
Program pendidikan kita saat ini pada
umumnya sangat bersifat individual, dan kurang menekankan pada belajar
kelompok. Jika hal ini dibiarkan, dikawatirkan di kemudian hari peran serta
masyarakat di dalam membangun modal sosial tidak akan efektif.
(d) Meningkatkan Pembangunan Sarana dan
Prasarana Aktifitas Kelembagaan
Untuk mewujudkan 'pelaksanaan peranan
atau tugas kelembagaan sang at diperlukan beberapa sarana dasar. Sarana ini
merupakan pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi dalam suatu
komunitas. Pembangunan sarana dasar ini
bukan hanya diartikan secara sempit saja, tetapi juga memuat bagaimana
menumbuhkan hasrat masyarakat untuk memanfaatkan segala fasilitas yang telah
dibangun tersebut.
(e) Memberdayakan dan Memfasilitasi
Kelembagaan Masyarakat Informal
Adanya kemajuan pembangunan ekonomi
jangan sampai mematikan kehidupan lembagalembaga sosial ekonomi informal yang
telah terbentuk lama secara turun temurun. Oleh karena keberadaan
lembaga-lembaga tersebut semakin menambah akumulasi modal sosial dalam
pembangunan.
(f) Menciptakan Pemimpin Kelembagaan yang
Transformasional
Adanya perkembangan globalisasi ekonomi
yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia ditandai dengan kompetisi
yang sangat tinggi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu
mentransformasi terus menerus seluruh aspek manajemen kelembagaanya agar selalu
relevan dengan kondisi persaingan baru
BAB III
PEMBAHASAN
Sosiologi mempelajari
tentang komunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi serta merumuskan prinsip
kemajuan, melukiskan dan mengkaji hubungan antar individu, individu dengan
kelompok maupun sesama kelompok yang ada di lingkungan dan juga pedesaan
merupakan kesatuan masyarakat yang termasuk di dalamnya.
Dalam hal ini,
sosiologi dapat membaca gejala sosial yang terjadi pada masyarakat, bagaimana
cara individu itu, ber interaksi dengan individu lain atau masyarakat. Sehingga dari gejala sosial itu,
kita dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi pada suatu Desa atau tempat
tersebut, dan bagaiman cara mengatasi dalam lingup masyarakat sosial.
Pada tinjauan pustaka
tadi telah dibahas tentang definisi tentang sosiologi, sosiologi pedesaan, dan
sosiologi pertanian. Dari ketiga definisi tersebut dapat diartikan bahwa,
sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan individu dengan individu, individu
dengan kelompok, kelompok dengan kelompok yang sedang terjadi pada suatu
masyarakat Desa dan memperhatikan pada gejala sosial yang timbul pada
masyarakat Desa tersebut.
Pendidikan sosiologi
pertanian dengan sosiologi pedesaan tidak jauh berbeda hanya saja aspek
interaksi sosial terutama yang berhubungan dengan pola interaksi masyarakat
petani untuk memberi penguatan terhadap pembangunan pertanian yang artinya,
semakin berkembang risetsosial diharapkan aspek sumber daya manusia dalam
pembangunan pertanian dapat lebih diperhatikan. Dan dengan demikian tentunya
esensi pembangunan akan lebih berkualitas. Tidak hanya teoritis saja, akan
tetapi juga melakukan aksi sosial yang ditunjukkan dengan adanya
pendampingan dan kerjasama dengam beberapa organisasi baik skala nasional
maupun internasional dalam membuat perencanaan pembangunan sebagai wujud tanggung
jawab ilmiah (akadekis). Inilah peran suatu pemberdaya desa yang mempelajari
tentang sosiologi pedesaan. Sehingga gejala sosial yang nampak akan segera
diketahui, di simpulkan, di diskusikan, dan di simpulkan.
Pemberdaya desa dalam
mempelajari sosiologi pedesaa harus mampu dalam.
1. menganalisis masyarakat perdesaan dengan cara melukiskan
dan menjelaskan tolak ukur sosial-ekonomi-budaya dan politik yang melingkupi
masalah pembangunan manusia dan interaksi yang terjadi pada masyarakat
pedesaan.
2. Dalam memonitor dan memahami proses akibat dampak
perubahan sosial yang menyertai pembangunan.
3. Melakukan aktivitas sosiologi, harus dapat di mengerti,
di fahami dan diikuti.
Sosiologi Indonesia di masa
Orde Baru juga tidak ubahnya dengan ilmu sosial lain yang tersedot ke dalam
mainstream ilmu sosial AS dengan terutama sekali dipengaruhi oleh pemikiran
atau gagasan fungsionalisme Parsonian. Meskipun ide-ide kritis seperti Marxisme
dan Neo-Marxisme juga mewarnai perkembangan tersebut namun ia berada pada
wilayah pinggiran karena kuatnya kekuasaan rejim Orde Baru yang berhasil
mengkooptasi ilmuwanilmuwan sosial kritis. Di samping secara paradigmatik, ide
pembangunan dan modernisasi yang cenderung dekat falsafah positivisme ini,
telah menguasai jagat ilmu sosial di hampir seluruh belahan dunia pasca PD
II. Sementara itu, globalisasi sebagai
fenomena kekinian yang juga melatarbelakangi perkembangan sosiologi Indonesia
telah membuka jalan bagi proses dialektika keilmuan yang berupaya menjawab
ekses-ekses globalisasi. Globalisasi di sini terutama bergerak pada wilayah
ekonomi yang melahirkan tirani pasar bernama neoliberalisme dan pada wilayah
kultural yang menciptakan masyarakat konsumtif, selain juga globalisasi pada
wilayah perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang menggiring
perubahan sosial menuju “masyarakat baru” yakni masyarakat jaringan (Castells,
2000) yang termediasi oleh internet (Urry, 2000). Oleh karena itu, sekian
dampak globalisasi tersebut membidani kerangka teoritik dan metodologi
alternatif seperti posmodernisme atau posstrukturalisme sebagai kacamata untuk
menganalisis berbagai bentuk transformasi sosial. Akan tetapi, teori-teori dan
metode-metode baru tersebut di tangan para sosiolog dan ilmuwan sosial kita
belum mampu untuk dielaborasi ulang dengan sifat kritisnya agar menyatu dengan
atmosfir budaya, sosial dan sejarah masyarakat Indonesia
Peranan modal sosial dalam
pembangunan ekonomi tidak kalah pentingnya dengan infrastruktur ekonomi
lainnya. Telah dibuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi itu sangat berkorelasi
positif dengan modal so sial. Pertumbuhan ekonomi yang cepat di wilayah Asia
Timur disebabkan oleh adanya kegiatan ekonomi yang bertumpu pada penumbuhan
modal sosial. Kemajuan negara Cina dalam bidang ekonomi juga digambarkan
sebagai akibat dari penerapan konsep ekonomi yang berdasarkan jaringan sosial,
khususnya jaringan sosial bisnis antar sesama masyarakat dalam negeri dan
masyarakat cina perantauan (overseas chinese). Selain itu, World Bank sejak
tahun 1994 mensponsori pengembangan kajian modal sosial (social capital
initiative) di negara-negara berkembang dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Modal sosial bila dikelola dengan baik dan benar akan lebih mampu memberdayakan
masyarakat. Dalam konteks ini, pengembangan kelembagaan (pranata) so sial
ekonomi baik itu yang bersifat formal maupun informal mutlak dilaksanakan untuk
mendukung pemenuhan modal sosial dalam pembangunan. Untuk hal itu perlu
dilakukan upaya selalu memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai
modal sosial dalam pembangunan, dimana untuk menciptakan hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara: (a) . Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan
masyarakat, (b) Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (c)
Peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (d)
meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktifitas kelembagaan, (e)
Memberdayakan dan memfasilitasi kelembagaan masyarakat informal, dan (f)
Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sosiologi merupakan
ilmu yang mempelajari hubungan individu dengan individu, individu dengan
kelompok, kelompok dengan kelompok yang sedang terjadi pada suatu masyarakat
Desa dan memperhatikan pada gejala sosial yang timbul pada masyarakat Desa
tersebut.
Pendidikan sosiologi pertanian dengan sosiologi pedesaan tidak
jauh berbeda hanya saja aspek interaksi sosial terutama yang berhubungan dengan
pola interaksi masyarakat petani untuk memberi penguatan terhadap pembangunan
pertanian yang artinya, semakin berkembang risetsosial diharapkan aspek sumber
daya manusia dalam pembangunan pertanian dapat lebih diperhatikan
Sosiologi
Indonesia di masa Orde Baru juga tidak ubahnya dengan ilmu sosial lain yang
tersedot ke dalam mainstream ilmu sosial AS dengan terutama sekali dipengaruhi
oleh pemikiran atau gagasan fungsionalisme Parsonian. Meskipun ide-ide kritis
seperti Marxisme dan Neo-Marxisme juga mewarnai perkembangan tersebut namun ia
berada pada wilayah pinggiran karena kuatnya kekuasaan rejim Orde Baru yang berhasil
mengkooptasi ilmuwan ilmuwan sosial kritis
perlu dilakukan upaya selalu
memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai modal sosial dalam
pembangunan, dimana untuk menciptakan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara:
(a) . Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (b) Pemanfaatan
informasi dan teknologi yang berimbang, (c) Peningkatan program-program
pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (d) meningkatkan pembangunan
sarana dan prasarana aktifitas kelembagaan, (e) Memberdayakan dan memfasilitasi
kelembagaan masyarakat informal, dan (f) Menciptakan pemimpin kelembagaan yang
transformasional.
3.2 Saran
Perlu
adanya partisipasi interaksi pada pihak pemerintah dan keterlibatan elemen
masyarakat untuk selalu berupaya
memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai modal sosial dalam
pembangunan Desa.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan, sehinga diharapkan
adanya saran dari pembaca yang besifat membangun agar dalam penulisan makalah
yang seanjutnya akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ariefman, 2013. Pengertian Pembangunan
Masyarakat Desa. Http://Arepril.Blogspot.Co.Id/2013/09/Pengertian-Embangunan-Masyarakat-Desa.Html
Daryanto, A. 2004. Penguatan
Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagai Modal Sosial Pembangunan Staf Pengajar Jurusan Ilrnu Ekonorni Dan
Studi Pernbangunan Fakultas Ekonorni Dan Manajernen - Ipb Dan Mma-Ipb.
Agrimedia. Vol. 9, No.1.
Fansuri, H. 2012. Globalisasi, Postmodernisme Dan Tantangan
Kekinian Sosiologi Indonesia. Bengkulu. Jurnal Sosiologi Islam. Vol. 2, No.1
Susanto, I. 2015. 5 Definisi
Sosiologi, Sosiologi Pertanian, Sosiologi Pedesaan Menurut Para Ahli. Http://Sosiologipertanian
Kelompok7ti.Blogspot.Co.Id/2015/03/5-Definisi-Sosiologi-Sosiologi.Html
Zainudin, S. 2009. Sosiologi
Pedesaan Sebagai Ilmu Pengetahuan. Fisip
Untad . Jurnal Academica. Vol. I