Thursday, 30 June 2016


MAKALAH
SOSIOLOGI PEDESAAN
SOSIOLOGI DAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT DESA




Oleh:
                 Syira Zulkahfi








SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) MALANG
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
KEMENTRIAN PERTANIAN
2016


KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “sosiologi dan kelembagaan masyarakat desa ” guna memenuhi tugas mata kuliah sosiologi pedesaan.
            Makalah ini membahas mengenai ilmu sosiologi dan kelembagaan masyarakat pada suatu Desa. Seberapa besar tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Desa dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat ini.
           Seperti pepatah “Tak ada gading yang tak retak”, maka penulis   mohon maaf jika terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini baik dalam penulisan gelar, isi maupun bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran positif untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca dan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan berkat dan karunia-Nya kepada kita semua, terima Kasih.



Malang, 01 JULI 2016



          Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 3
BAB III
PEMBAHASAN................................................................................................ 16
BAB IV
PENUTUP......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 21




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang



Karena desa merupakan ujung tombak pemerintahan, garda terdepan dari pembangunan. Orang desa juga menginginkan pembangunan, orang desa juga patut merasakan pembangunan, Beberapa upaya pemerintah untuk membangun desa diantara dengan IDT dan dirjen PMD Pemnagunan memfokuskan kepada desa. Pembanguna desa dilaksanakan di berbagai sector. Salah satunya adalah mewujudkan pertanian yang modern Presepsi mengenai pembangunan masyarakat desa (Ariefman, 2013)

Melihat pentingnya peranan sumber daya manusia tersebut, menurut Tjiptoherijanto (1996) cit Herawati, 2003, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) kondisi dan kemampuan penduduk, yang di satu sisi sebagai pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, di sisi lain sebagai sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan; (2) melihat besarnya jumlah penduduk Indonesia, sangat diharapkan penduduk menjadi potensi kekuatan ekonomi yang besar pula; (3) peluang usaha yang sangat luas muncul karena perdagangan bebas serta makin terbukanya perdagangan antarnegara. 


Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu dengan individu, individu dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat. Selain itu, Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini,khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum.

Sejarah perkembangan sosiologi sebagai ilmu yang mendiri dimulai di Prancis, Eropa Barat, tapi kemudian berkembang pesat di Benua Amerika. Di Indonesia sendiri sejarah perkembangan Sosiologi Pedesaan tidak terlepas dari sentuhan pemikiran kritis Prof.DR. Sajogyo. Beliau mulai memperkenalkan sosiologi (lebih tepatnya sosiologi pertanian) mulai paruh waktu 1957 mulai di Universitas Indonesia kemudian berlanjut di IPB sampai sekrang.

Selama ini masih banyak pakar ekonomi yang beranggapan bahwa mekanisme pasar sebagai satu-satunya problem solver untuk segenap masalah dalam pembangunan ekonomi, dan mengabaikan peranan kelembagaan dalam pembangunan ekonomi. Hal tersebut dinilai North (1990) keliru, sebab peran kelembagaan, baik itu kelembagaan sosial, ekonomi dan politik, tidak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi

1.2 Rumusan Masalah


1.    Apakah yang dimaksud dengan sosiologi pedesaan ?

2.    Bagimanakah kriteria masyarakat desa ?

3.    Apa tantangan sosiologi dalam masyarakat desa ?

1.3 Tujuan


1.    Untuk mengetahui pengertian dari sosiologi pedesaan

2.    Untuk mengetahui kriteria masyarakat desa

3.    Untuk mengetahui tantangan sosiologi dalam masyarakat desa




BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


1.    Pengertian Sosiologi Pedesaan

PENGERTIAN SOSIOLOGI

Perubahan yang sangat mendasar adalah semakin menipisnya perbedaan antara desa dan kota dalam berbagai aspeknya.:

Menurut Jhon M  Gillette (1922;6) Sosiologi pedesaaan adalah cabang sosiologi yang secara sistematis mempelajari komunitaskomunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecenderungannya dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan.

Menurut N.L. Sim (dalam Rahardjo, 1999) sosiologi pedesaan adalah studi tentang asosiasi antara orang-orang yang hidupnya banyak tergantung pada pertanian.

Menurut T.Lynn dan Paul E. Zopf (dalam Rahadjo, 1999) sosiologi pedesaan adalah kumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi yang dihasilkan lewat penerapan metode ilmiah ke dalam studi tentang masyarakat pedesaan; organiasi dan strukturnya, prosesprosesnya, system social yang pokok dan perubhan-perubahannya.

Semua definisi tersebut di atas adalah definisi sosiologi pedesaan lama, (klasik) yakni menggambarkan keadaan Barat secara umum memperlihatkan perbedaan yang jelas dan bahkan dikotomis antar kawasan desa dan kota.

A.    DEFINISI TENTANG SOSIOLOGI

Pitirim Sorokin

Menyebutkan bahwa, Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang :

·         Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala social dengan gejala-gejala non social seperti gejala geografis, biologis dan sebagainya, ciri-ciri umum dari semua jenis gejala-gejala social.

·         Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social seperti antara gejala ekonomi  dan agama, keluarga dan moral, hukum dan ekonomi, gerakan masyarakat dan politik dan sebagainya.

Roucek dan Warren

Menyebutkan bahwa, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok.

William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff

Menyebutkan bahwa, Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya, yaitu organisasi social.

J.A.A. van Doorn dan C.J Lammers

Menyebutkan bahwa, Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Selo Soemarjan dan Sulaiman Sumantri

Menyebutkan bahwa, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social (yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur social yang pokok seperti kaidah-kaidah social, lembaga-lembaga social, kelompok-kelompok social dan lapisan social) dan proses-proses social (yang berupa pengaruh timbale balik antara pembagi kehidupan bersama seperti kehidupan ekonomi dengan kehidupan-kehidupan politik, kehidupan hokum dengan kehidupan agama dan lain sebagainya), termasuk di dalamnya adalah perubahan-perubahan social.



A.    DEFINISI SOSIOLOGI PEDESAAN

John M. Gillete

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pedesaan adalah cabang sosiologi yang secara sistematik mempelajari komunitas-komunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecerendungannya dan merumuskan prinsip-prinsip kemajuan.







 N.L. Sims

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pedesaan adalah studi tentang asosiasi antara orang-orang yang hidupnya banyak tergantung pada pertanian.

Dwight Sanderson

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pedesaan adalah sosiologi tentang kehidupan dalam lingkungan pedesaan.

Siti Azizah

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pedesaan adalah sebuah ilmu yang melukiskan dan mengkaji hubungan antar individu, individu dengan kelompok maupun sesame kelompok yang ada di lingkungan pedesaan.

C.S. Kansil

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pedesaan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan.

B.     DEFINISI SOSIOLOGI PERTANIAN

Planck

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pertanian sering disamakan dengan Sosiologi pedesaann. Tetapi ini hanya berlaku jika penduduk desa terutama hidup dari pertanian saja. Semakin sedikit kehidupan penduduk di desa ditandai oleh kegiatan pertanian, maka semakin pantas sosiologi pertanian dipisahkan dari sosiologi pedesaan.

 Raharjo

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pertanian merupakan karateristik pokok dari umumnya desa-desa di dunia ini. Dengan mengingat pentingnya faktor pertanian bagi keberadaan desa, maka dapat dipahami bahwa kebanyakan batasan sosiologi pedesaan masih selalu berkisar pada aspek pertanian.





Rusidi

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pertanian dapat di kaji dengan berbagai macam, yaitu dengan cara kajian yang bersifat kuantitatif seperti, pembinaan kelembagaan kepada anggota, partisipasi anggota kelompok tani, keterlibatan warga dalam kelompok tani, tingkat pendidikan, mata pencaharian, hubungan antar lembaga, tingkat kemakmuran masyarakat, dan masalah kependudukan.

Rachbini, D.J

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pertanian di sector pembangunan ekonomi di negeri ini belum berhasil merembes ke bawah, penyebabnya karena pembangunan ekonomi yang dijalankan telah mengabaikan dimensi etika dan unsure manusia sebagai subjek pembangunan itu sendiri. Disini mengandung arti bahwa tumbuhnya partisipasi masyarakat tani dalam pembangunan pertanian sangatlah penting.

Ohrella

Menyebutkan bahwa, Sosiologi pertanian tanpa keberpihakan kepada pemberdayaan masyarakat tani, akan semakin sangat mustahil untuk dapat membimbing petani menjadi subjek pembangunan turut serta dalam transformasi structural, apalagi kualitas sumber daya manusia pertanian di dominasi tenaga kerja berpendidikan rendah.

2.    Karakteristik masyarakat pada suatu Desa

Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, biasanya tanpak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di daerah tertentu. Masyarakat desa juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat dan pada hakekatnya bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.

Yang menjadi ciri masyarakat pedesaan antara lain; pertama, di dalam masyarakat pedesaan di antara  warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya. Kedua, sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan. Ketiga, sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Keempat, masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya. Tetapi Raharjdo (1999)  menambahkan bahwa sejumlah sosiolog dalam merumuskan karakteristik masyarakat cenderung mengacu pada pola-pola pikiran yang bersifat teoritik, seperti konsep dari Ferdinand Tonnies (18551936)20, Emile Durkheim (1858-1917)21 dan Charles Horton Cooley (1864-1929) cit A Huzaini, 2014.

Ciri-Ciri Suatu Masyarakat

1.     Manusia yang hidup bersama

2.     Bergaul dengan waktu yang lama dan sebagai akibat hidup bersama timbul system komunikasi dan peraturan peraturan yang mengatur hubungan antar manusia

3.     Sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan

4.    Suatu system hidup bersama dan menimbulkan hubungan karena mereka meresa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

Pembangunan masyarakat desa adalah upaya yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan untuk mencapai masyarakat desa yang di cita-citakan guna mencapai masyarakat sejahtera (perubahan pola hidup dan pola tingkah laku dari berfikir tradisonal menjadi masyarakat yang modern). Desa merupakan daerah otonom bedasarkan adat istiadat dan kearifan local (ariefman, 2013)







3.    Tantangan sosiologi pedesaan di era modern

Permasalah yang dihadapi dalam pembangunan Desa umumnya berada pada masalah sturktural dan sosial budaya. Adapun masalah yang dihadapi dalam upaya pembanguna di Desa  yaitu : Masalah Sosial Budaya, masalah ekonomi dan masalah geografis. Masalah sosial budaya terdiri dari Rendahnya tingkat pendidikan, Minimnya sarana dan prasarana di pedesaan yaitu Prasarana dan sarana transportasi, Prasarana dan sarana pendidikan yang kurang memadai ,Terbatasnya lapangan pekerjaan di pedesaan dan Rendahnya Kesadaran Petani terhadap adopsi inovasi pertanian.

Masalah ekonimi terdiri dari Keterbelakangan perekonomian dan Tidak tersedianya permodalan untuk petani dan Harga pupuk yang lumayan tinggi. Selain itu masalah geografisnya yaitu prediksi terhadap iklim yang sulit, keadaan tanah dan letak wilayah.

Dalam bentang historis bangsa Indonesia, diketahui bahwa sepak terjang kekuasaan Orde Baru turut andil membentuk paradigma dalam ilmu sosial Indonesia khususnya sosiologi di mana konsep “kelas” yang menjadi salah satu konsep kunci dalam membaca perkembangan masyarakat dari berbagai sudut pandang nyaris hilang karena alasan-alasan yang politis dan atau ideologis yang dampaknya adalah bagaimana paradigma kritis di masa Orde Baru pun dihindari karena dianggap membawa pengaruh gagasan-gagasan Marxisme yang diidentikkan dengan unsur-unsur subversi, dan yang mengarah kepada konflik. Sementara guna melancarkan pembangunan yang menjadi kiblat utama Orde Baru tersebut, pemerintah kala itu sangat antusias menjaga keutuhan negara agar tidak terjadi perpecahan (disintegrasi) sehingga persoalanpersoalan di masyarakat menjadi salah satu isu pokok yang diperhatikan dan bahkan untuk hal tersebut pihak militer diturunkan sampai ke tingkat pedesaan. Dalam sosiologi dan ilmu sosial lainnya, paradigma kritis ini cenderung muncul sebagai antitesa dari dominasi ilmu sosial empiris-analitik –di mana persoalan kemasyarakatan dipelajari dengan kecanggihan mekanisme relasi kausalitas.

Paradigma kritis sendiri bermaksud memberi perhatian yang lebih pada spirit pembebasan manusia dari struktur kekuasaan yang dominan. Oleh karena itu, sebagian kalangan terutama ilmuwan sosial yang berada di luar lingkaran kekuasaan, aktivis mahasiswa dan kelompok LSM mulai mempertanyakan ulang proyek modernisasi saat itu, mengingat produk yang dihasilkannya tidak kunjung melahirkan tatanan masyarakat modern dan menjawab kebutuhan-kebutuhan riil di masyarakat, di samping juga kerap membelenggu nilai-nilai demokrasi. Saat globalisasi menemukan kerannya seiring dengan kapitalisme lanjut (late capitalism) diikuti dengan kampanye “tatanan dunia baru” (the new world order) oleh juru-juru bicaranya seperti Harry S. Truman, Ronald Reagan, Bill Clinton, Margaret Thatcher, dan Tony Blair dalam konteks pasca Perang Dunia II, Perang Dingin serta runtuhnya komunisme. Saat itu pula menjadi penanda globalisasi ekonomi dan dimulainya era pasar bebas (laissez faire) yaitu beroperasinya secara masif lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), perusahaan-perusahaan transnasional dan multinasional (TNC’s, MNC’s), serta melibatkan lembaga-lembaga keuangan internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) sebagai aktor utama akumulasi modal. Keberadaan lembaga-lembaga dunia inilah yang kemudian mendominasi hampir semua aspek kehidupan bahkan menyangkut kekuasaan dan kedaulatan sebuah negara. Negara dalam kondisi semacam ini sematamata hanya berperan sebagai pelaksana dari kebijakan yang sudah dirancang oleh pasar semacam deregulasi, liberalisasi dan privatisasi. Terhadap gencarnya globalisasi ini, Arjun Appadurai dalam Disjuncture and Difference in the Global Cultural Economy menyorot lima arus utama dalam proses globalisasi tersebut yaitu ethnoscape, technoscape,  financescape, mediascape dan ideoscape. Ethnoscape yaitu sebuah gambaran mengenai perpindahan orang-orang di seluruh dunia di mana kita hidup seperti: wisatawan, imigran, pengungsi, orang buangan, tenaga kerja asing, dan kelompok-kelompok serta aktivitas individu lainnya tanpa menafikan adanya komunitas yang relatif stabil lewat pola-pola kekerabatan dan atau hubungan pekerjaan. Technoscape merupakan konfigurasi global di bidang teknologi yang kini bergerak dengan kecepatan tinggi semisal persoalan mekanik atau informasi. Contohnya banyak negara sekarang menjadi akar dari perusahaan multinasional seperti sebuah kompleks baja besar di Libya yang melibatkan kepentingan dari India, Cina, Rusia, serta Jepang, karena menyediakan berbagai komponen konfigurasi teknologi baru. Financescape, berarti disposisi modal global yang misterius dan bergerak cepat seperti pasar mata uang, bursa Padanan kata “late capitalism” ini merujuk pada pemikiran Fredric Jameson dalam tulisannya “Postmodernism, or the Cultural Logic of Late Capitalism”, yang dimuat di New Left Review tahun 1984.  5 Norena Heerzt, Perampok Negara: Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya Demokrasi, (Jogjakarta: Alenia, 2005)

Saham, dan berbagai komoditas yang terus bergerak. Mediascapes merujuk pada distribusi kemampuan elektronik untuk memproduksi dan menyebarkan informasi lewat surat kabar, majalah, stasiun televisi, dan studio produksi film, yang sekarang tersedia untuk semakin banyak kepentingan pribadi dan publik di seluruh dunia, serta gambaran dunia yang diciptakan oleh media. Ideoscapes juga bagian dari rangkaian gambar, namun mereka sering bernuansa politis dan sering harus melakukannya dengan ideologi suatu negara atau ideologi tandingan (counter-ideology) yang berorientasi untuk menangkap kekuasaan negara atau bagian darinya.  Maka terlihat bahwa globalisasi bekerja bukan semata dalam berbagai tata kebijakan ekonomi politik global yang dipaksakan pada kebijakan publik melalui deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi. Namun juga memproduksi ragam budaya kapitalisme berbentuk identitas dan gaya hidup global. Alih-alih menawarkan keragaman pilihan bagi konsumen, globalisasi justru menyeragamkan ‘rasa dan selera’. Atau dengan istilah lain bahwa masyarakat global digambarkan tengah mengalami, meminjam istilah Ritzer, ‘McDonalisasi’.  Uraian Appadurai di atas pada dasarnya ingin memberi penegasan terkait bagaimana mobilitas baik perorangan atau kelompok saat ini yang berlangsung secara masif dengan durasi yang cepat. Mobilitas ini pun semakin variatif mulai dari manusia itu sendiri, modal (kapital), gambar (image), serta beragam informasi di mana masing-masing saling memiliki keterkaitan serta berdampak secara sosial. Pada realitas sosial di tengah-tengah globalisasi yang demikian, sosiologi sebagai disiplin ilmu tersendiri telah dirongrong secara mendasar karena telah menghilangkan konsep masyarakat itu sendiri yang sudah sejak lama menjadi perhatian utamanya. John Urry dalam Sociology beyond Societies (2000) menguraikan bagaimana sosiologi dalam konteks kekinian mendapatkan tantangan besar terutama sejak globalisasi berlangsung, sehingga secara keilmuan konsep masyarakat tersebut perlu diterjemahkan ulang dengan mengalihkan perhatiannya pada pola-pola interaksi sosial yang semakin canggih, mobilitas orang-perorangan yang semakin cepat, hadirnya berbagai macam bentuk agensi serta persoalan kewarganegaraan (citizenship) dalam lingkup global dan peran dari negara-bangsa dalam menjaga bentuk-bentuk kekuasaan yang ada pada ruang lingkup nasional.

Problem sosial di masyarakat. Sebagian besar literatur yang ada mengenai mobilitas sosial ini memposisikan masyarakat layaknya sebuah permukaan dalam cara pandang geografis, karena itu menurut Urry, seringkali cara seperti ini tidak berhasil untuk menunjukkan beragam titik temu yang ada pada satu wilayah tertentu, seperti di kota dan tempat-tempat lainnya, dengan berdasarkan kategori kelas sosial, gender dan etnis.8 Oleh karena itu, masyarakat (society) dalam disiplin sosiologi pun bergeser menjadi mobilitas (mobility) sosial seiring dengan perkembangan dunia yang sudah tanpa sekat sebagai karakter dari globalisasi.  Alain Touraine (2007) dengan nada yang sama dalam tulisannya Sociology after Sociology  juga mempertanyakan ulang bagaimana sosiologi klasik –seperti pada pemikiran Comte dan Durkheim—tidak banyak mempelajari dunia secara keseluruhan. Akan tetapi lebih banyak menaruh perhatian pada apa yang disebut dunia yang beradab, karena itu pula sosiologi klasik ini memperkenalkan oposisi yang tegas antara masyarakat beradab, barbar serta masyarakat jajahan. 

internet yang didahului oleh perkembangan komputerisasi. Baudrillard sejatinya menyorot fenomena budaya postmodernisme dari konsep hiperrealitas, yaitu di mana segala sesuatunya menjadi rujukan, sementara yang dirujuk belum tentu gambaran akan kenyataan yang sesungguhnya (reality), karena yang dirujuk tersebut merupakan hasil konstruksi, terutama oleh peran media.   Sedangkan pemikir postmodernisme lainnya yang memberi pengaruh besar dalam perkembangan teori-teori sosial adalah Jasques Derrida. Salah satu gagasan kunci Derrida adalah “Dekonstruksi” yang bukan dimaknai sebagai proses membongkar dan menjungkir-balikkan keadaan yang semula. Baginya dekonstruksi berarti proses menelusuri jejak-jejak makna yang luput dari adanya dikotomi serta cerita tentang oposisi biner. Semula Derrida menaruh perhatiannya dalam konteks kritik sastra yang khususnya dialamatkan pada pemikiran strukturalisme Ferdinand de Saussere. Dalam oposisi biner yang diyakini oleh kalangan strukturalis itu, Derrida melihat terdapat celah atau ruang spasial, yang darinya kita bisa melihat sesuatu yang lain (the Others). Proses menelusuri jejak (traces) dalam dikotomi tersebutlah yang dikatakan dekonstruksi, yaitu bagaimana “Yang Lain” pada akhirnya menjadi layak diperhitungkan.  Konsep dekonstruksi Derrida ini semakin berkembang di kalangan pascakolonialis seperti Gayatri Spivak dalam tulisannya “Can the Subaltern Speak?”, di mana “Yang Lain” dimaknai dengan konsep subaltern, sebagaimana dalam tradisi Gramscian untuk mengkritisi dominasi laki-laki atas perempuan. Karena itu posmodernisme selain mengajak berpikir kritis terhadap fenomena sosial dan budaya kekinian, juga menawarkan keberpihakan kepada “Yang Lain” dengan dalih bahwa oposisi biner dalam bentuk apapun berpotensi melanggengkan dominasi dan kekuasaan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu pula, proses dekonstruksi Derrida pada konteks ini memiliki visi perdamaian yang dimungkinkan ketika ada pertentangan antara dua kubu dalam oposisi tersebut. Sebagai perkembangan sosiologi kekinian yang banyak mendapatkan tantangan terutama oleh arus deras globalisasi yang telah merugikan

D.   POTENSI DAN PERUBAHAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT

Selama ini masih banyak pakar ekonomi yang beranggapan bahwa mekanisme pasar sebagai satu-satunya problem solver untuk segenap masalah dalam pembangunan ekonomi, dan mengabaikan peranan kelembagaan dalam pembangunan ekonomi. Hal tersebut dinilai North (1990) keliru, sebab peran kelembagaan, baik itu kelembagaan sosial, ekonomi dan politik, tidak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi.

Menurut Goldsmith dan Brikenhoff (1991), kelembagaan itu merupakan aturan prosedur yang menentukan bagaimana manusia bertindak, dan atau peranan organisasi yang bertujuan untuk memperoleh status atau legitmitasi tertentu.

Peraturan dan peran dapat dilembagakan, sebagai peraturan atau perundang-undangan dan sebagai organisasi yang kongkrit. Sebagai organisasi, kelembagaan diartikan sebagai wujud kongkrit yang membungkus aturan main' terse but seperti yang dilakukan pemerintah, bank, koperasi, pendidikan, tataniaga dan sebagainya.

Batasan tersebut menunjukkan bahwa organisasi dapat dipandang sebagai perangkat keras dari kelembagaan, sedangkan aturan main merupakan perangkat lunak. Pendekatan kelembagaan dalam pembangunan di Indonesia saat ini sudah mendapat perhatian yang serius, dan menjadi isu sentral pembangunan yang sangat esensial dalam rangka mendorong serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

POLA PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT

Menyimak potensi kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai modal sosial pembangunan itu sangat luas dan fleksibel terhadap berbagai perubahan, maka pola pengembangan kelembagaan masyarakat agar.semakin kuat perlu memperhatikan beberapa aspek, diantaranya:

(a) Perbaikan Struktur dan Fungsi Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan masyarakat ini adalah merupakan koloborasi dari interaksi sosial ekonomi pada suatu komunitas untuk kepentingan bersama. Oleh karena itu harus dibuat suatu perekat yang dapat menyatukan masyarakat, pemerintah dan LSM, yang dapat dilakukan melalui pengaturan struktur dan fungsi kelembagaan sedemikian rupa sehingga mampu memobilisasi semua stakeholder baik yang berasal dari dalam maupun luar, tanpa ada satupun yang merasa dirugikan.

(b) Pemanfaatan Informasi dan Teknologi yang Berimbang

Kemajuan informasi dan teknologi (IT) telah ~anyak mengubah kehidupan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat. Terutama sekali dengan adanya pembangunan overhead social-economic (jalan raya, telekomunikasi, dan pelabuhan) menyebabkan arus perdagangan semakin lancar dan mudah menjangkau konsumen, khususnya untuk komoditi-komoditi pertanian.

(c) Peningkatan Program-Program Pendidikan dan Pelatihan Secara Berkelompok

Program pendidikan kita saat ini pada umumnya sangat bersifat individual, dan kurang menekankan pada belajar kelompok. Jika hal ini dibiarkan, dikawatirkan di kemudian hari peran serta masyarakat di dalam membangun modal sosial tidak akan efektif.

(d) Meningkatkan Pembangunan Sarana dan Prasarana Aktifitas Kelembagaan

Untuk mewujudkan 'pelaksanaan peranan atau tugas kelembagaan sang at diperlukan beberapa sarana dasar. Sarana ini merupakan pusat-pusat aktivitas sosial ekonomi dalam suatu

komunitas. Pembangunan sarana dasar ini bukan hanya diartikan secara sempit saja, tetapi juga memuat bagaimana menumbuhkan hasrat masyarakat untuk memanfaatkan segala fasilitas yang telah dibangun tersebut.

(e) Memberdayakan dan Memfasilitasi Kelembagaan Masyarakat Informal

Adanya kemajuan pembangunan ekonomi jangan sampai mematikan kehidupan lembagalembaga sosial ekonomi informal yang telah terbentuk lama secara turun temurun. Oleh karena keberadaan lembaga-lembaga tersebut semakin menambah akumulasi modal sosial dalam pembangunan.

(f) Menciptakan Pemimpin Kelembagaan yang Transformasional

Adanya perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu mentransformasi terus menerus seluruh aspek manajemen kelembagaanya agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru


BAB III

PEMBAHASAN


Sosiologi mempelajari tentang komunitas pedesaan untuk mengungkapkan kondisi serta merumuskan prinsip kemajuan, melukiskan dan mengkaji hubungan antar individu, individu dengan kelompok maupun sesama kelompok yang ada di lingkungan dan juga pedesaan merupakan kesatuan masyarakat yang termasuk di dalamnya.

Dalam hal ini, sosiologi dapat membaca gejala sosial yang terjadi pada masyarakat, bagaimana cara individu itu, ber interaksi dengan individu lain atau  masyarakat. Sehingga dari gejala sosial itu, kita dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi pada suatu Desa atau tempat tersebut, dan bagaiman cara mengatasi dalam lingup masyarakat sosial.

Pada tinjauan pustaka tadi telah dibahas tentang definisi tentang sosiologi, sosiologi pedesaan, dan sosiologi pertanian. Dari ketiga definisi tersebut dapat diartikan bahwa, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok yang sedang terjadi pada suatu masyarakat Desa dan memperhatikan pada gejala sosial yang timbul pada masyarakat Desa tersebut.

Pendidikan sosiologi pertanian dengan sosiologi pedesaan tidak jauh berbeda hanya saja aspek interaksi sosial terutama yang berhubungan dengan pola interaksi masyarakat petani untuk memberi penguatan terhadap pembangunan pertanian yang artinya, semakin berkembang risetsosial diharapkan aspek sumber daya manusia dalam pembangunan pertanian dapat lebih diperhatikan. Dan dengan demikian tentunya esensi pembangunan akan lebih berkualitas. Tidak hanya teoritis saja, akan tetapi juga melakukan aksi sosial yang ditunjukkan dengan adanya pendampingan dan kerjasama dengam beberapa organisasi baik skala nasional maupun internasional dalam membuat perencanaan pembangunan sebagai wujud tanggung jawab ilmiah (akadekis). Inilah peran suatu pemberdaya desa yang mempelajari tentang sosiologi pedesaan. Sehingga gejala sosial yang nampak akan segera diketahui, di simpulkan, di diskusikan, dan di simpulkan.

Pemberdaya desa dalam mempelajari sosiologi pedesaa harus mampu dalam.

1. menganalisis masyarakat perdesaan dengan cara melukiskan dan menjelaskan tolak ukur sosial-ekonomi-budaya dan politik yang melingkupi masalah pembangunan manusia dan interaksi yang terjadi pada masyarakat pedesaan.

2. Dalam memonitor dan memahami proses akibat dampak perubahan sosial yang menyertai pembangunan.

3. Melakukan aktivitas sosiologi, harus dapat di mengerti, di fahami dan diikuti. 



Sosiologi Indonesia di masa Orde Baru juga tidak ubahnya dengan ilmu sosial lain yang tersedot ke dalam mainstream ilmu sosial AS dengan terutama sekali dipengaruhi oleh pemikiran atau gagasan fungsionalisme Parsonian. Meskipun ide-ide kritis seperti Marxisme dan Neo-Marxisme juga mewarnai perkembangan tersebut namun ia berada pada wilayah pinggiran karena kuatnya kekuasaan rejim Orde Baru yang berhasil mengkooptasi ilmuwanilmuwan sosial kritis. Di samping secara paradigmatik, ide pembangunan dan modernisasi yang cenderung dekat falsafah positivisme ini, telah menguasai jagat ilmu sosial di hampir seluruh belahan dunia pasca PD II.    Sementara itu, globalisasi sebagai fenomena kekinian yang juga melatarbelakangi perkembangan sosiologi Indonesia telah membuka jalan bagi proses dialektika keilmuan yang berupaya menjawab ekses-ekses globalisasi. Globalisasi di sini terutama bergerak pada wilayah ekonomi yang melahirkan tirani pasar bernama neoliberalisme dan pada wilayah kultural yang menciptakan masyarakat konsumtif, selain juga globalisasi pada wilayah perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang menggiring perubahan sosial menuju “masyarakat baru” yakni masyarakat jaringan (Castells, 2000) yang termediasi oleh internet (Urry, 2000). Oleh karena itu, sekian dampak globalisasi tersebut membidani kerangka teoritik dan metodologi alternatif seperti posmodernisme atau posstrukturalisme sebagai kacamata untuk menganalisis berbagai bentuk transformasi sosial. Akan tetapi, teori-teori dan metode-metode baru tersebut di tangan para sosiolog dan ilmuwan sosial kita belum mampu untuk dielaborasi ulang dengan sifat kritisnya agar menyatu dengan atmosfir budaya, sosial dan sejarah masyarakat Indonesia

Peranan modal sosial dalam pembangunan ekonomi tidak kalah pentingnya dengan infrastruktur ekonomi lainnya. Telah dibuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi itu sangat berkorelasi positif dengan modal so sial. Pertumbuhan ekonomi yang cepat di wilayah Asia Timur disebabkan oleh adanya kegiatan ekonomi yang bertumpu pada penumbuhan modal sosial. Kemajuan negara Cina dalam bidang ekonomi juga digambarkan sebagai akibat dari penerapan konsep ekonomi yang berdasarkan jaringan sosial, khususnya jaringan sosial bisnis antar sesama masyarakat dalam negeri dan masyarakat cina perantauan (overseas chinese). Selain itu, World Bank sejak tahun 1994 mensponsori pengembangan kajian modal sosial (social capital initiative) di negara-negara berkembang dalam mengatasi masalah kemiskinan. Modal sosial bila dikelola dengan baik dan benar akan lebih mampu memberdayakan masyarakat. Dalam konteks ini, pengembangan kelembagaan (pranata) so sial ekonomi baik itu yang bersifat formal maupun informal mutlak dilaksanakan untuk mendukung pemenuhan modal sosial dalam pembangunan. Untuk hal itu perlu dilakukan upaya selalu memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai modal sosial dalam pembangunan, dimana untuk menciptakan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara: (a) . Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (b) Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (c) Peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (d) meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktifitas kelembagaan, (e) Memberdayakan dan memfasilitasi kelembagaan masyarakat informal, dan (f) Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional.



BAB IV

PENUTUP



3.1 Kesimpulan

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok yang sedang terjadi pada suatu masyarakat Desa dan memperhatikan pada gejala sosial yang timbul pada masyarakat Desa tersebut.

Pendidikan sosiologi pertanian dengan sosiologi pedesaan tidak jauh berbeda hanya saja aspek interaksi sosial terutama yang berhubungan dengan pola interaksi masyarakat petani untuk memberi penguatan terhadap pembangunan pertanian yang artinya, semakin berkembang risetsosial diharapkan aspek sumber daya manusia dalam pembangunan pertanian dapat lebih diperhatikan

Sosiologi Indonesia di masa Orde Baru juga tidak ubahnya dengan ilmu sosial lain yang tersedot ke dalam mainstream ilmu sosial AS dengan terutama sekali dipengaruhi oleh pemikiran atau gagasan fungsionalisme Parsonian. Meskipun ide-ide kritis seperti Marxisme dan Neo-Marxisme juga mewarnai perkembangan tersebut namun ia berada pada wilayah pinggiran karena kuatnya kekuasaan rejim Orde Baru yang berhasil mengkooptasi ilmuwan ilmuwan sosial kritis

perlu dilakukan upaya selalu memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai modal sosial dalam pembangunan, dimana untuk menciptakan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara: (a) . Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (b) Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (c) Peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (d) meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktifitas kelembagaan, (e) Memberdayakan dan memfasilitasi kelembagaan masyarakat informal, dan (f) Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional.



3.2 Saran

Perlu adanya partisipasi interaksi pada pihak pemerintah dan keterlibatan elemen masyarakat  untuk selalu berupaya memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat sebagai modal sosial dalam pembangunan Desa.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan, sehinga diharapkan adanya saran dari pembaca yang besifat membangun agar dalam penulisan makalah yang seanjutnya akan lebih baik.














DAFTAR PUSTAKA


Ariefman, 2013. Pengertian Pembangunan Masyarakat Desa. Http://Arepril.Blogspot.Co.Id/2013/09/Pengertian-Embangunan-Masyarakat-Desa.Html

Daryanto, A. 2004. Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi Masyarakat Sebagai Modal Sosial Pembangunan  Staf Pengajar Jurusan Ilrnu Ekonorni Dan Studi Pernbangunan Fakultas Ekonorni Dan Manajernen - Ipb Dan Mma-Ipb. Agrimedia. Vol. 9, No.1.

Fansuri, H. 2012.  Globalisasi, Postmodernisme Dan Tantangan Kekinian Sosiologi Indonesia. Bengkulu. Jurnal Sosiologi Islam. Vol. 2, No.1

Susanto, I. 2015. 5 Definisi Sosiologi, Sosiologi Pertanian, Sosiologi Pedesaan Menurut Para Ahli. Http://Sosiologipertanian  Kelompok7ti.Blogspot.Co.Id/2015/03/5-Definisi-Sosiologi-Sosiologi.Html

Zainudin, S. 2009. Sosiologi Pedesaan Sebagai  Ilmu Pengetahuan. Fisip Untad . Jurnal Academica.         Vol. I


Monday, 20 June 2016

lembar persiapan menyuluh


LEMBAR PERSIAPAN MENYULUH (LPM)

Di Desa : Sedayulawas   Wilayah BP3K / BPP : Brondong      Kecamatan : Brondong
Kegitatan Penyuluhan
:
Pembuatan Pupuk Organik ( Bio Urine)
Tujuan Penyuluhan
:
Pemanfaatan Limbah Ternak (Urine)
Metoda dan Teknik
:
Ceramah Dan Demonstrasi Cara
Sasaran (Pelaku utama/usaha)
:
Gapoktan Trubus Subur
Media Penyuluhan
:
Folder
Lokasi / Tempat
:
Rumah pertemuan Gapoktan Trubus Subur
Waktu (menit)
:
120 menit
Urutan Kegiatan Penyuluhan
:
No.
Urutan Kegiatan Penyuluhan
Alokasi Waktu
Catatan
1.
Persiapan
5
Menciptakan suasana akrab dengan sasaran
2.
Pembukaan
10
 Salam dan perkenalan
3.
Sambutan
5
 penyampaian maksud dan tujuan
4.
Penyampaian Materi :
 Menggunkan metode ceramah dan demonstrasi cara
a. Ceramah
20

b. Tahapan Demonstrasi Cara
30

c. Dskusi
30
Diskusi dengan sasaran untuk mendapatkan umpan balik dari materi yang telah disampaikan
d. Curah Pendapat
15
Sharing pengalaman petani 
5.
Penutup
5
Salam penutup
Pencapaian Tujuan Instruksional: ……………. %
Rencana Tindak Lanjut  :          

Lamongan , 01 Juni 2016
Pembimbing Ekstern

Mahasiswa,

Abas Sholeh, SP
Syira Zulkahfi
NIP. 19710309 199903 1 005
NIRM. 07.2.2.14.1822







SINOPSIS

Judul     : Pembuatan Pupuk Organik ( Bio Urine)

Bagian awal :

Pupuk organik merupakan pupuk yang memiliki senyawa organik dengan perbandingan C atau N yang ada dalam tanah dapat digunakan untuk merangsang penyebaran nutrisi yang sulit masuk ke dalam tubuh mikroorganisme karena kekurangan nitrogen dalam tanah. Dengan perbandingan seimbang banyak mikroorganisme yang mati dan terurai kembali menjadi unsur-unsur nutrisi untuk kesuburan tanah (Sc Hsieh cit Martinsari et al,2010).

Bagian Utama :

pengelolaan limbah cair peternakan masih sangat kurang di tingkat daerah pedesaan. Padahal jika dikaji lebih dalam lagi kandungan unsur N, P, K di dalam kotoran cair lebih banyak dibandingkan dengan kotoran padat.

Tabel 1. Jenis Dan Kandungan Zat Hara Pada Kotoran Ternak Sapi Padat Dan Cair

Nama ternak dan bentuk kotorannya
Nitrogen
(%)
Fosfor
(%)
Kalium
(%)
Air
(%)
Sapi-padat
0.40
0.20
0.10
85
Sapi-cair
1.00
0.50
1.50
92

Sumber : Lingga cit Martinsari et al,2010

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa kandungan zat hara pada urin sapi, terutama jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium, dan air lebih banyak jika dibandingkan dengan kotoran sapi padat yang telah lebih banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Peningkatan Kualitas Pupuk Organik Cair dengan Metode Fermentasi

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme. Fermentasi merupakan segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi, hidrolisa, atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan perubahan kimia pada suatu subsrat organik dengan menghasilkan produk akhir.  Prinsip dari fermentasi  ini adalah bahan limbah organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran temperatur dan kondisi tertentu yaitu fermentasi .


Tabel 2. Beberapa Sifat Urine Sapi Sebelum dan Sesudah Difermentasi

Perbandingan
N
P
K
Warna
Bau
Sebelum
1,1
0,5
0,9
Kuning
Menyengat
Sesudah
2,7
2,4
3,8
Coklat kehitaman
Kurang menyengat

Sumber : Martinsari et al,2010

Berdasarkan hasil pengamatan pada urine yang belum difermentasi dan urine yang sudah difermentasi terdapat perbedaan kandungan diantara keduanya. Kandungan nitrogen pada saat sebelum difermentasi yang memiliki kandungan unsur hara N, P, K adalah 1,1; 0,5; 0,9 dan saat urine setelah difermentasi terjadi peningkatan kandungan jumlah unsur hara N, P, K,menjadi  2,7; 2,4; 3,8.

Berikut proses pembuatan Bio Urine meliputi  persiapan bahan dan cara pembuatan.

A.    Persiapan bahan :

Ø  Urine  10ltr.

Ø  Air Rendapman Sabut Kelapa 2 Ltr.

Ø  Air Kelapa 2 Ltr.

Ø  Air Tahu 2 Ltr / Air Leri 2 Ltr.

Ø  Super Degra 1/1000 Lter (1 Tutup/5 Ltr).



B.    Cara pembuatan:

Ø  Rendam sabut kelapa dengan air.

Ø  Ambil air rendaman sepet 2 ltr.

Ø  Bersihkan wadah yang akan dipakai.

Ø  Campurkan sluruh bahan ke dalam wadah yang akan dipakai.

Ø  Masukkan superdegra 2 tutup botol.

Ø  Tutup rapat, sehingga terjadi fermentasi selama 1 minggu.

Ø  Buka hasil fermentasi, aduk 3 kali sehari/menggunakan air pump (1minggu) agar amonia dalam bio urine kluar.

Ø  Tanda amonia sudah hilang bila bio urine di kocok dalam botol tidak berbusa.

Urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair karena mengandung  nitrogen, fosfor, kalium, dan air lebih banyak daripada kotoran sapi padat. Akan tetapi,kandungan zat organik yang terdapat di dalamnya dirasa masih rendah jika dibandingkan dengan pupuk kimia, maka untuk mengoptimalkan  kualitas pupuk organik agar menjadi lebih tinggi perlu digunakan metode fermentasi  urine sapi dengan penambahan tetes tebu (molasses) Martinsari et al,2010. Molases dapat digantikan dengan air kelapa




Bagian Akhir :

Produk ini mempunyai keunggulan tersendiri yaitu harganya murah, pembuatannya mudah, bahan mudah didapat, dan tidak membutuhkan waktu yang lama serta merupakan pemanfaatan limbah ternak secara optimal. Disamping itu juga memberikan kesempatan untuk meningkatkan perekonomian hidup para peternak sapi.  

           

                                                                                                    Lamongan, 01 Juni 2016

         Mengeatahui

   Pembimbing Ekstern                                                                       Mahasiswa

                                                                                                            



     Abas Sholeh, SP                                                                          Syira Zulkahfi

 NIP. 19710309 199903 1 005                                                       NIRM. 07.2.2.14.1822



 ,